SUARARAKYAT.info|| Semarang-Rencana pembangunan Gardu Induk PLN di Desa Tunggul Pandean, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, menuai penolakan keras dari warga. Mereka menilai proyek tersebut tidak transparan, rawan melanggar aturan, serta berpotensi membahayakan kesehatan karena lokasinya berada di dekat permukiman padat.
Kepala Desa Tunggul Pandean, Ambar Zulaikha, diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan memberikan izin pendirian gardu induk tanpa musyawarah desa. Padahal, lahan yang digunakan adalah tanah bengkok desa, yang menurut UU Desa No. 6 Tahun 2014 serta Permendagri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, wajib dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat melalui keputusan musyawarah desa, bukan keputusan sepihak kepala desa.
Selain itu, pembangunan gardu induk di tengah pemukiman juga dinilai tidak sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
Pasal 9 dan 10 menegaskan bahwa penyediaan tenaga listrik wajib memperhatikan keselamatan umum, kesehatan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 29 menyebutkan bahwa setiap instalasi tenaga listrik wajib memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan.
Lebih lanjut, Permen ESDM No. 13 Tahun 2021 tentang Ruang Bebas dan Jarak Aman Infrastruktur Ketenagalistrikan juga mengatur bahwa gardu induk harus memiliki jarak aman dari rumah penduduk, sehingga tidak boleh dibangun terlalu dekat dengan pemukiman padat.
“Pendirian Gardu Induk PLN ini tanpa sosialisasi. Selain itu, lokasinya sangat dekat dengan rumah penduduk dan bersebelahan dengan tanah saya,” kata Suliyono, warga RT 06 RW 02, Jumat (10/5).
Suliyono menegaskan bahwa desa Tunggul Pandean sudah cukup dengan pasokan listrik yang ada. “Kalau memang mau bangun gardu induk, lebih baik dialihkan ke desa lain yang masih membutuhkan dan warganya mengizinkan,” ujarnya.
Warga menyebut, meskipun protes sudah berulang kali disampaikan, pembangunan tetap berjalan tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat. Bahkan, klarifikasi yang diajukan ke kepala desa tidak pernah direspons. Warga juga telah mengirimkan surat keberatan resmi ke berbagai instansi, antara lain PLN, Bupati Jepara, DPRD Kabupaten Jepara, dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Namun hingga kini, tidak ada tindak lanjut maupun jawaban yang jelas.
Puncak kekecewaan terjadi ketika warga mendatangi balai desa untuk meminta penjelasan langsung, namun belum ada kesepakatan yang tercapai.
“Warga berharap pemerintah menindaklanjuti keluhan ini, mengusut secara tuntas, dan memastikan aturan hukum ditegakkan demi rasa keadilan,” kata Jamaludin Malik, warga Tunggul Pandean.
(Siswanto)