SURARAKYAT.info||Surabaya-Gelombang kekecewaan masyarakat Jawa Timur terhadap kepemimpinan gubernur semakin menguat. Pada Rabu, 3 September 2025, sejumlah elemen masyarakat yang menamakan diri sebagai Rakyat Jawa Timur menyuarakan tuntutan keras dengan seruan yang tak main-main: “Turunkan Gubernur Jawa Timur.”
Seruan ini bukan tanpa alasan. Menurut kordinator Aksi Cak Soleh, ada tiga persoalan mendasar yang mencerminkan kegagalan kepemimpinan di tingkat provinsi, bahkan memunculkan dugaan praktik penyalahgunaan wewenang yang merugikan rakyat.Kamis (21/8/2025)
Pertama, persoalan mengenai pengampunan pajak kendaraan bermotor serta pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dianggap tidak transparan dan tidak berpihak pada masyarakat kecil. Alih-alih meringankan beban, kebijakan perpajakan yang tidak jelas arah dan realisasinya justru dituding semakin memberatkan rakyat di tengah kondisi ekonomi yang kian sulit.
Kedua, masyarakat mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan kasus korupsi terstruktur di Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dugaan praktik korupsi ini bahkan disebut-sebut melibatkan pejabat tinggi hingga level gubernur. Jika benar adanya, hal ini menjadi tamparan keras terhadap upaya pemberantasan korupsi dan mencoreng wajah demokrasi di Jawa Timur.
Ketiga, publik menyoroti maraknya praktik pungutan liar (pungli) di lembaga pendidikan SMA dan SMK yang berada di bawah naungan Pemprov Jawa Timur. Dugaan praktik pungli ini, jika tidak segera diberantas, dikhawatirkan akan merusak sendi-sendi pendidikan sekaligus mengorbankan masa depan generasi muda Jawa Timur.
Seruan “Rakyat Jatim Menggugat” ini lahir dari akumulasi rasa kecewa masyarakat yang merasa tidak lagi mendapatkan keadilan, baik dalam sektor perpajakan, tata kelola pemerintahan, maupun layanan pendidikan. Mereka menilai, jika permasalahan ini tidak segera diusut, maka kredibilitas pemerintah daerah akan semakin runtuh.
Aksi ini menunjukkan bahwa masyarakat Jawa Timur tidak tinggal diam melihat dugaan penyimpangan yang terjadi. Mereka menuntut adanya langkah tegas dari aparat hukum, transparansi dari pemerintah daerah, serta keberpihakan nyata kepada rakyat kecil.
Dengan lantang,Cak Soleh menegaskan bahwa suara rakyat adalah amanah yang tidak boleh diabaikan. Seruan untuk menurunkan gubernur Jawa Timur menjadi simbol perlawanan terhadap praktik korupsi, pungli, dan kebijakan yang dinilai menyengsarakan rakyat.
Gelombang tuntutan ini diperkirakan akan terus bergulir, seiring dengan semakin banyaknya masyarakat yang merasa terpinggirkan. Jika tidak ditanggapi serius, bukan tidak mungkin aksi ini akan menjelma menjadi gerakan besar yang mengguncang kursi kekuasaan di Jawa Timur.
(Hilman)















