Istri Korban Pembunuhan di Desa Patah Parang Inhil Ungkap Lirih Harapannya di Tengah Proses Persidangan

  • Bagikan

SUARARAKYAT.info|| Inhil– Suasana persidangan kasus pembunuhan yang terjadi di Desa Patah Parang, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), kembali menghadirkan kesedihan mendalam bagi keluarga korban. Wartawan Suara Rakyat yang menghubungi istri korban, Herlina, melalui sambungan telepon, menerima jawaban lirih penuh duka dan getir dari perempuan yang kini harus menjalani hari-hari tanpa sang suami.

“Kalau hari ini memang sidang, tapi itu yang terdakwa. Saya tidak tahu hasilnya seperti apa itu…,” tutur Herlina dengan suara terbata-bata, berusaha tegar di tengah luka yang belum sembuh.

Herlina kemudian kembali mengingat detik-detik tragis saat peristiwa berdarah itu terjadi. Ia menyaksikan sendiri bagaimana suaminya dihujani ayunan parang berulang kali. “Saya melihat tangan suami saya berdarah, saya berusaha meleraikan dan berteriak supaya warga membantu melerai. Saat suami saya terjatuh, ia masih sempat menyebut nama pelaku, seakan mengingatkan pelaku agar berhenti,” kenang Herlina dengan nada sedih.

Dalam sidang yang digelar Kamis (25/9/2025), majelis hakim menghadirkan dua orang saksi adekat. Saksi pertama adalah anak kandung pelaku, sementara saksi kedua merupakan warga desa yang berada sekitar sepuluh meter dari lokasi kejadian. Saksi warga menyatakan bahwa dirinya hanya melihat ayunan parang dan perkelahian sengit, tanpa melihat adanya darah pada awal kejadian. Disebut pula bahwa korban sempat membawa sebatang kayu ukuran empat inci dengan panjang dua meter, sementara pelaku menggunakan parang panjang.

Yang mengejutkan, dalam persidangan terungkap pula pernyataan saksi anak pelaku yang menyebut bahwa dirinya sudah membantu keluarga korban dengan memberikan uang sebesar Rp2 juta dan Rp10 juta, yang dianggap sebagai bentuk kompensasi.

Mendengar hal itu, Herlina dengan lirih menjawab, “Subhanallah, itu yang disebutnya di persidangan. Uang itu bukan dari keluarga pelaku, tapi dari keluarga lain yang sekadar membantu. Dari keluarga pelaku saya tidak akan mau terima. Uang itu masih ada di rumah orang tua, tidak saya sentuh, dan akan saya kembalikan kalau pun itu disebut sebagai kompensasi belasungkawa.”

Baginya, nyawa suami tidak bisa dinilai dengan materi. Herlina hanya menuntut agar hukum ditegakkan dengan seadil-adilnya. “Suami saya sudah tiada. Saat ini, saya hanya berharap penegakan hukum yang seadil-adilnya terhadap penghilangan nyawa suami yang saya dan anak-anak saya sayangi,” ujarnya dengan penuh harap.

Kasus ini kini masih berproses di pengadilan. Publik menanti keputusan majelis hakim yang diharapkan dapat memberi rasa keadilan bagi keluarga korban, sekaligus menjadi pelajaran agar peristiwa tragis serupa tidak kembali terjadi di tanah Inhil

(Syahwani)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *