Sekber Bela Negara Desak APH Transparansi dan Kepastian Hukum Dugaan Kasus Kematian Dua LC di Kediri

  • Bagikan

SUARARAKYAT.info|| Kediri-Kasus kematian dua wanita pemandu lagu (LC) di Cafe AR-KTV Jl. Maron Kediri masih menyisakan banyak tanda tanya. Hingga kini, belum ada kejelasan terkait penetapan tersangka maupun perkembangan penyelidikan. Situasi ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Sekretariat Bersama (Sekber) Bela Negara menegaskan sikapnya dalam forum diskusi yang digelar Minggu (21/9/2025) siang di RM Grogol, Kediri.

Mereka menilai bahwa proses hukum berjalan lamban dan tertutup, sehingga menimbulkan kesan ada sesuatu yang diduga ditutupi dari publik.

“Kasus ini bukan sekedar soal izin usaha cafe, tetapi menyangkut hilangnya dua nyawa manusia. Sampai hari ini, belum ada kepastian hukum, sementara masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi,” tegas Sony Sumarsono, Ketua Sekber Bela Negara.

Ketua Sekber itu menyoroti dugaan keterlibatan empat pemuda yang disebut-sebut mengajak tiga orang yang menjadi korban minum miras di cafe tersebut. Namun status hukum mereka hingga kini tidak jelas. Menurut dia, hal ini menandakan lemahnya transparansi aparat penegak hukum dalam menjalankan kewajibannya.

Dalam pertemuan itu hadir Wakil Sekber Mik Sulistyo (LPK-NI), Sekretaris Moh Solikhin Tj (Pimpinan Redaksi Topikterdepan), serta elemen masyarakat, mahasiswa UIN Syekh Wasil Kediri, perwakilan LSM, dan sejumlah media seperti Krisnanewstv, Topikterdepan, Sidikkasus, Radartimur, dan PojokNet. Diskusi berlangsung hangat, menunjukkan besarnya perhatian publik terhadap kasus ini.

Lebih lanjut kata dia, Sekber Bela Negara berencana akan mengajukan audiensi resmi dengan Kapolres Kediri Kota. Dikatakannya, mereka akan menanyakan langsung perkembangan penyelidikan, alasan belum adanya penetapan tersangka, status empat pemuda yang diduga terlibat, serta transparansi hasil uji forensik dan barang bukti.

Sony menekankan, keterbukaan informasi adalah hak publik yang dijamin undang-undang.

1. Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menyebutkan: “Setiap orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.”

2. Pasal 4 ayat (2) UU KIP menegaskan: “Setiap Orang berhak: a. melihat dan mengetahui Informasi Publik; b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik.”

3. Sementara itu, Pasal 1 angka 1 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa: “Peradilan pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau mendekati kebenaran materiil.”

“Artinya, penyidik tidak boleh menutup-nutupi. Transparansi adalah kewajiban hukum, bukan sekedar pilihan. Apabila publik tidak diberi informasi, itu berarti ada pengabaian terhadap undang-undang,” tegas Sony.

Ia menambahkan, proses hukum harus dijalankan dengan asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

“Negara tidak boleh abai. Hilangnya nyawa manusia bukan perkara remeh. Kami menuntut agar penyidik terbuka, profesional, dan tidak pandang bulu. Sekber Bela Negara akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, demi tegaknya hukum dan keadilan,” pungkas Sony.

Tragedi ini menjadi pengingat keras bahwa nyawa manusia tidak boleh direduksi hanya sekedar angka.

Tanpa keadilan dan transparansi, hukum hanya akan menjadi alat kekuasaan yang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.Publik menunggu keberanian aparat untuk membuktikan integritasnya.

 

(Ali Rachmansyah)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *