SUARARAKYAT.info|| Palembang-Tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Ogan Komering Ilir (OKI) berhasil mengamankan seorang pria berinisial BA, yang mengaku sebagai Jaksa Madya dari Kejaksaan Agung RI. Pria tersebut ternyata bukan seorang penegak hukum, melainkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) aktif di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Way Kanan.
Peristiwa ini terjadi pada Senin, 6 Oktober 2025, sekitar pukul 13.30 WIB. Tim Intelijen Kejari OKI berhasil mengamankan BA di sebuah rumah makan bernama Saudagar di kawasan Kayu Agung, Kabupaten OKI, setelah menerima perintah langsung dari Kepala Kejari OKI untuk melakukan tindakan pengamanan.
Kronologi Penangkapan
Kisah penangkapan ini bermula sejak pagi hari. Sekitar pukul 08.00 WIB, BA bersama dua orang rekannya datang ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel). Mereka berpakaian sipil dan mencari Kepala Seksi Pengendalian Operasi (Kasi Dal Ops) di Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumsel. Setelah diberi tahu bahwa pejabat yang dimaksud tidak berada di tempat, ketiganya meninggalkan kantor tersebut dan melanjutkan perjalanan ke Kejari OKI.
Kemudian sekitar pukul 11.30 WIB, BA tiba di kantor Kejari OKI. Ia datang dengan seragam lengkap Kejaksaan—mengenakan baju gamjak, pin Jaksa, pin Persaja, serta tanda pangkat Jaksa Madya (IV/a) dan mengaku sebagai Jaksa dari Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Kejaksaan Agung RI.
Kedatangan BA sempat menarik perhatian petugas keamanan dalam (Kamdal) Kejari OKI. Ia mengaku ingin bertemu dengan Kajari OKI, Kasi Pidum, Kasi Intel, atau Kasi Pidsus. Setelah dilaporkan ke pihak Tata Usaha Kejari, BA diterima untuk berbincang singkat. Dalam pertemuan tersebut, ia menanyakan sejumlah hal terkait penanganan perkara Pidsus dan meminta bertemu langsung dengan Kasi Intel.
Namun, karena Kasi Intel sedang berada di luar untuk kegiatan dinas, BA kemudian diarahkan untuk berbicara dengan Kasubsi Penyidikan Pidsus Kejari OKI. Setelah berbincang ringan, BA akhirnya bertemu dengan Kasi Intel Kejari OKI. Dalam pertemuan tersebut, BA sempat meminta agar dihubungkan dengan Bupati OKI, namun permintaan itu ditolak oleh Kasi Intel. Tidak lama setelah itu, BA pamit meninggalkan kantor Kejari.
Belakangan, pihak Kejari OKI mendapat informasi dari Bagian Protokol Pemda OKI bahwa BA sempat menghubungi pejabat Pemda dan mengaku sebagai utusan dari Kejaksaan Agung RI yang ingin bertemu langsung dengan Bupati OKI. Namun tujuan dari pertemuan itu tidak jelas, dan belum sempat terlaksana.
Mendapat informasi tersebut, Kajari OKI segera memerintahkan Tim Intelijen untuk melakukan langkah pengamanan. BA akhirnya diamankan di rumah makan Saudagar, Kayu Agung, sekitar pukul 13.30 WIB, tanpa perlawanan.
Ternyata PNS Aktif
Setelah diamankan, BA dibawa ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa BA bukan anggota Korps Adhyaksa, melainkan PNS aktif di lingkungan BPPKB Kabupaten Way Kanan dengan pangkat Penata Tingkat I (III/d).
Petugas juga menyita sejumlah barang bukti dari tangan BA, antara lain:
Satu unit telepon genggam,
Satu Kartu Tanda Penduduk (KTP),
Satu Kartu Pegawai Negeri Sipil,
Satu Kartu Tanda Anggota (KTA),
Satu name tag bertuliskan atribut Kejaksaan, dan
Satu stel pakaian dinas Kejaksaan (gamjak) lengkap dengan atribut.
Saat ini, BA masih dalam pemeriksaan pendalaman di Kejati Sumsel untuk menentukan langkah hukum lebih lanjut atas tindakannya.
Kejaksaan Tegaskan Tak Toleransi
Melalui siaran pers resmi bernomor PR-36/L.6.2/Kph.2/10/2025, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, S.H., M.H., menegaskan bahwa Kejaksaan tidak akan mentolerir tindakan yang mencoreng integritas lembaga penegak hukum.
“Kami berkomitmen menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa lembaga Kejaksaan tetap menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum yang bersih dan berintegritas,” ujar Vanny.
Ia juga mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap oknum yang mengatasnamakan Jaksa atau institusi penegak hukum lainnya. Apabila menemukan hal mencurigakan, masyarakat diminta segera melapor kepada aparat berwenang agar dapat ditindaklanjuti secara hukum.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi masyarakat bahwa penyamaran atau penyalahgunaan atribut lembaga hukum merupakan tindakan melanggar hukum dan dapat dikenai sanksi pidana. Kejaksaan berharap kejadian ini tidak terulang kembali dan masyarakat dapat lebih waspada terhadap upaya penipuan atau manipulasi yang mencatut nama aparat penegak hukum.
Sumber: Vanny Yulia Eka Sari, S.H., M.H.Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel















