Suararakyat.info.Jakarta — Di tengah hiruk pikuk ibu kota dan kesibukan pembangunan nasional, sekelompok tokoh dari berbagai latar belakang menyuarakan satu gagasan besar yang menyentuh akar persoalan bangsa: pendidikan bagi anak-anak marginal yang selama ini tercecer dari sistem formal. Melalui inisiatif bertajuk “Sekolah Rakyat ASTA CITA”, mereka membawa harapan baru untuk menciptakan ruang pemulihan sekaligus jembatan masa depan bagi generasi penerus bangsa.
Gagasan ini lahir dari keresahan para akademisi, aktivis, dan tokoh masyarakat seperti Dr. Bernard Siagian, Ketua DPP GAKORPAN; Bunda Tiur Simamora dari POSBAKUM Pulogadung; Prof. Dr. Henry Jayadi Pandiangan, Dekan FH UKI; serta Rusman Pinem dari LBH Pers Presisi—yang melihat betapa banyak anak bangsa yang kehilangan akses pendidikan akibat kemiskinan, trauma sosial, serta diskriminasi struktural.
Program Sekolah Rakyat tidak hanya menghadirkan kelas-kelas alternatif di sudut-sudut kota seperti Jakarta, Bogor, Papua, NTB dan lainnya. Lebih dari itu, ia menawarkan pendekatan yang humanis, persuasif, dan penuh solidaritas. Di sinilah pendidikan kembali ke ruhnya, sebagaimana diajarkan Ki Hajar Dewantara“Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.”
Di bawah naungan semangat ASTA CITA menuju Indonesia Emas 2045, Sekolah Rakyat menjadi ruang aman bagi anak-anak yang merasa malu, tertekan, atau trauma untuk kembali ke sekolah formal. “Mereka bukan hanya korban kemiskinan, tapi juga korban dari sistem pendidikan yang terlalu kaku dan tak berpihak pada yang tersisih,” ujar Dr. Bernard.(15/5/2025)
Melalui kolaborasi lintas sektoral—dari Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan, TNI-POLRI, KEMENAKER, Kemenhan, LPAI hingga berbagai universitas nasional dan internasional program ini membentuk model pendidikan berbasis pemulihan. Tujuannya tidak semata mencetak siswa cerdas, tetapi melahirkan generasi muda berkarakter, berdedikasi, dan siap menjawab tantangan bangsa dengan integritas dan inovasi.
Sekolah Rakyat juga diarahkan untuk membentuk karakter Trisakti berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Dari bawah kolong jembatan tol hingga kampung-kampung kota yang keras, ruang-ruang belajar dibuka demi satu tujuan: mengembalikan kepercayaan anak-anak bahwa negara hadir, peduli, dan bertanggung jawab terhadap masa depan mereka.
“Anak-anak ini tak pernah meminta lahir dari rahim kemiskinan ibu pertiwi. Tapi mereka punya hak yang sama untuk belajar, tumbuh, dan dihargai sebagai warga negara,” tegas Bunda Tiur Simamora.
Di era kepemimpinan Prabowo-Gibran, program ini sejalan dengan visi ketahanan nasional dan pembangunan manusia unggul. Sekolah Rakyat menjadi percontohan konkret, bahwa pendidikan sejati bukan hanya terjadi di gedung-gedung megah, melainkan juga di lorong sempit, kolong jembatan, bahkan di tengah getirnya kehidupan marginal.
“Ini bukan sekadar mimpi, ini wujud bela negara. Mari kita songsong Indonesia Emas dengan tidak meninggalkan satu anak pun di belakang,” pungkas Prof. Henry Jayadi.
Salam ASTA CITA! Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI harga mati.
Sumber: Dr Bernard
Beranda
Pendidikan
Sekolah Rakyat: Harapan Baru dari Kolong Jembatan untuk Masa Depan Indonesia Emas 2045
Sekolah Rakyat: Harapan Baru dari Kolong Jembatan untuk Masa Depan Indonesia Emas 2045







