Suararakyat.info.Jakarta-Di tengah meningkatnya eskalasi global antara blok-blok kekuatan dunia serta ancaman Perang Dunia III yang mulai terasa dari Timur Tengah hingga Eropa Timur, berbagai tokoh nasional dan organisasi masyarakat sipil Indonesia menyerukan pentingnya sikap politik luar negeri yang aktif dan netral dalam mengupayakan perdamaian dunia, sekaligus bersikap tegas terhadap penindasan dan ketidakadilan di dalam negeri.
Ketua DPP GAKORPAN dan jurnalis senior, Dr. Bernard BBBI Siagian SH.Makp., dalam forum solidaritas nasional bertajuk RB.RPG 08: Dinamika Polemik Antisipasi Presiden Prabowo terhadap Ancaman Perang Dunia III, menyoroti pentingnya kesiapan Indonesia sebagai negara non-blok yang punya peran strategis dalam menciptakan keseimbangan global.
“Indonesia punya peran vital sebagai titik sentral kekuatan moral dunia, terutama di bawah kepemimpinan patriotik Presiden H. Prabowo Subianto. Beliau harus menyuarakan dan menggerakkan diplomasi perdamaian secara aktif, sesuai amanat konstitusi dalam Pembukaan UUD 1945,” ujar Bernard.
Dalam acara yang juga menghadirkan akademisi dan calon hakim agung Prof. Dr. Henry Jayadi Pandiangan, SH., MH, disoroti pula bahwa tugas bangsa Indonesia hari ini bukan hanya reaktif, tetapi harus melakukan riset, kajian kebudayaan, pendidikan, dan pematangan strategi gerakan sosial-hukum-HAM di tengah situasi dunia yang rapuh akibat konflik militer dan perang nuklir yang mengintai.
Forum ini juga menyoroti kekhawatiran mendalam terhadap serangan rudal balistik Fatah dari Iran ke wilayah Israel yang kini memasuki hari ke-7. Para pengamat menilai bahwa meskipun serangan tersebut dimaksudkan sebagai respons terhadap arogansi Zionisme, potensi kehancuran global tak bisa diabaikan.
“Jika situasi ini tidak dikendalikan, maka bukan tidak mungkin Rusia dan China akan merespon dengan pengerahan kekuatan nuklir mereka. Dunia bisa musnah bukan karena ideologi, tapi karena ego,” kata Henry.(23/6/2025)
Namun, Divisi Orkestrasi Perlawanan yang tergabung dalam forum ini mengingatkan bahwa tindakan perlawanan harus tetap terukur. Aksi-aksi sporadik tetap diperlukan untuk menjaga martabat bangsa-bangsa Muslim yang selama ini ditekan. Namun harus dikawal dengan analisis strategis, bukan sekadar letupan emosi atau slogan kosong.
Di sisi lain, forum ini juga menyinggung masalah-masalah mendesak dalam negeri, terutama terkait penindasan dan intimidasi terhadap rakyat kecil, seperti penggusuran paksa tanah rakyat oleh oligarki dan mafia tanah. Kasus-kasus seperti di PIK 2, Rempang, hingga Tragedi Kemanusiaan Sampali-Deser di Sumatera Utara disebut sebagai bentuk konkret dari kolaborasi jahat antara penguasa daerah dan pengusaha hitam.
“Presiden Prabowo harus berani berpihak kepada rakyat miskin dan menindak para penindas. Jangan biarkan raksasa properti seperti CitraLand terus menggusur rakyat di atas tanah Ex-HGU PTPN II,” tegas Bernard.
Aktivis Bunda Farida Sebayang dari PPWI juga mengingatkan bahwa energi perlawanan tidak boleh boros. Gerakan rakyat harus cerdas, jitu, dan punya strategi menghadapi pola-pola manipulatif para oligark. “Kita tidak boleh saling menunggu. Harus ada yang berani tampil sebagai pengatur strategi sebagai dirigen perlawanan,” ujarnya.
Mengangkat istilah “Divisi Orkestrasi”, forum ini menekankan pentingnya gerakan sosial yang terorganisir seperti simfoni. Tidak asal teriak, tapi terukur, bernada, dan harmonis dalam memperjuangkan keadilan. Baik melalui jalur hukum, media, budaya, maupun aksi lapangan.
Salah satu tokoh senior, Bunda Nelly Pardede (65), aktivis perempuan dari PPPA-PPPO dan PPWI yang sejak 1999 terlibat dalam advokasi kasus Sampali Deli Serdang, menyatakan siap menjadi dirigen perlawanan. Ia menyerukan agar para aktivis terjun langsung ke akar rumput ke desa-desa yang kini menjadi medan pertempuran ekonomi dan hak asasi manusia antara rakyat dan kapital.
“Jika kita diam, rakyat Sampali akan terus menjadi korban. Jangan tunggu disuruh. Mari bergerak, tunjukkan integritas dan loyalitas kita,” seru Bunda Nelly dengan semangat.
Forum RB.RPG 08 ditutup dengan seruan bersama atas nama ASTA CITA, PANCASILA, dan UUD 1945. Para tokoh menekankan bahwa perjuangan ini bukan semata-mata gerakan politik, tetapi adalah gerakan budaya, moral, dan konstitusional.
“Perlawanan terhadap kezaliman, baik internasional maupun domestik, harus kita jalankan dengan kepala dingin dan hati panas. Itulah esensi kemerdekaan sejati,” pungkas Bernard.
Sumber: Rusman Pinem, Bernard BBBI Siagian















