banner 728x90

Kelegitan Rasa dalam Balutan Tradisi: Getuk Singkong Legendaris yang Tetap Bertahan di Tengah Arus Zaman

  • Bagikan

Suararakyat.info.Magelang-Di sudut pasar tradisional yang mulai tersisih oleh modernisasi, ada satu kudapan yang tetap memikat lidah dan membangkitkan kenangan masa kecil: getuk singkong. Bukan sembarang getuk, melainkan getuk yang telah melegenda di kalangan pecintanya, dikenal karena rasa manis alami dan teksturnya yang lembut.

Getuk singkong, penganan sederhana berbahan dasar singkong kukus yang ditumbuk halus lalu dicampur dengan gula kelapa dan sedikit garam, telah menjadi bagian dari warisan kuliner Jawa sejak puluhan tahun lalu. Menurut Budaya Indonesia Kemendikbud (2021), getuk merupakan salah satu bentuk olahan singkong yang paling populer di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta sering dijajakan sebagai jajanan pasar.

Adalah Bu Rini, wanita paruh baya asal Magelang, yang sejak tahun 1980-an setia mengolah getuk dengan cara tradisional. Di dapur sederhana beraroma kelapa parut dan gula merah, tangan-tangan terampil Bu Rini dan anak-anaknya menumbuk singkong dengan lesung kayu, menjaga ritme lama yang diwariskan dari ibunya.

“Getuk ini bukan sekadar makanan, tapi kenangan,” ujar Bu Rini saat ditemui di lapak kecilnya di Pasar Rejowinangun, Magelang (Wawancara langsung, 2 Mei 2025). “Dulu ibu saya jualan keliling kampung. Sekarang saya teruskan, walau pembeli anak muda kadang sudah tidak tahu namanya.”

Meski tampilannya sederhana, getuk buatan Bu Rini punya keunikan. Warna-warni alami dari daun pandan, ubi ungu, dan kunir memberikan nuansa ceria. Rasa manisnya tidak berlebihan, berpadu dengan gurihnya kelapa muda yang diparut halus—sebuah perpaduan yang sulit ditandingi oleh kue modern. Hal ini sesuai dengan temuan LIPI (2020) yang menyatakan bahwa penggunaan bahan alami dalam jajanan tradisional memberi nilai gizi lebih tinggi serta lebih aman dibandingkan pewarna sintetis.

Kini, setiap pagi buta, sebelum ayam berkokok, Bu Rini sudah mulai mengukus singkong yang telah ia pilih dengan cermat dari petani lokal. Ketekunannya tak hanya menjaga cita rasa, tapi juga memberi kehidupan bagi keluarga kecilnya dan para tetangganya yang ikut membantu produksi.

Meski pasar swalayan dan toko modern makin mendominasi, para pelanggan setia Bu Rini tetap datang. Banyak dari mereka adalah perantau yang kembali pulang dan mencari rasa yang hilang: rasa rumah. Tak jarang, getuknya pun dipesan untuk acara-acara formal hingga kiriman ke luar kota.

“Di Jakarta sudah susah cari getuk yang asli. Begitu pulang, pasti saya beli ke Bu Rini. Rasanya masih sama seperti dulu,” kata Wahyu, pelanggan lama yang kini tinggal di ibu kota (Wawancara, 2 Mei 2025).

Getuk singkong mungkin hanya penganan kecil. Tapi di baliknya tersimpan cerita besar tentang ketekunan, cinta pada tradisi, dan perlawanan terhadap pelupaan budaya. Selama masih ada yang merindukan kehangatan dari sepotong getuk, maka kuliner ini tak akan lekang oleh waktu.

Dari Bebrapa Sumber:
Wawancara dengan Bu Rini, pedagang getuk, 2 Mei 2025, Magelang.

Wawancara dengan Wahyu, pelanggan, 2 Mei 2025.

Kemendikbud, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. Getuk sebagai Warisan Kuliner Tradisional Jawa, 2021.

LIPI. Potensi Singkong sebagai Pangan Alternatif Berbasis Tradisi Lokal, 2020.

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *