Suararakyat.info.Jakarta-Keluarga besar ASTA CITA INDONESIA EMAS bersama Dr. Bernard GAKORPAN (LBH PERS PRESISI GSN RBRPG.08) dan disampaikan juga kepada Bp. Pdt Aryo, kembali mengadakan Pendalaman Alkitab ke-79 yang mengangkat tema besar “Menuju Tanah Perjanjian”, kini memasuki bagian ke-17. Fokus pembahasan kali ini adalah pada kitab Bilangan pasal 1 hingga 36, yang menjadi kelanjutan penting dari sejarah perjalanan umat Israel dari Gunung Sinai ke perbatasan tanah Kanaan.
Setelah pengikatan perjanjian yang kudus antara Allah dan umat-Nya di Gunung Sinai, bangsa Israel memulai langkah besar menuju penggenapan janji Tuhan. Kitab Bilangan mencatat secara kronologis perjalanan panjang mereka selama hampir empat puluh tahun—dari Sinai, melewati padang gurun, hingga ke dataran Moab di perbatasan Kanaan.Sabtu 3/5/2025)
Nama Bilangan sendiri diambil dari dua sensus besar yang dilakukan atas perintah Tuhan: pertama sebelum keberangkatan dari Sinai, dan kedua menjelang masuk ke tanah perjanjian. Dalam sensus awal (Bil. 1:1-3), tercatat 603.550 laki-laki yang siap berperang, belum termasuk perempuan, anak-anak, dan suku Lewi. Diperkirakan jumlah keseluruhan umat Israel mencapai lebih dari dua juta jiwa. Namun, tantangan penafsiran muncul di sini. Apakah angka tersebut literal, ataukah mewakili jumlah keluarga atau kepala suku? Beberapa ayat dalam Keluaran 23:29-30 dan Ulangan 7:6-7 memberi kesan bahwa umat Israel lebih kecil jumlahnya dibanding bangsa-bangsa lain, memunculkan spekulasi teologis tentang penggunaan istilah “keluarga” atau “pemimpin”.
Namun satu hal yang tak terbantahkan adalah kesetiaan Tuhan kepada umat-Nya, meski mereka sering kali bersungut-sungut, memberontak, dan tidak percaya. Musa, sebagai pemimpin yang setia, terus menjadi perantara antara Allah dan umat, walau ia sendiri pun diuji oleh beban tugas dan ketegaran bangsa itu.
Pendalaman kali ini juga mengupas kembali Kesepuluh Titah Tuhan yang menjadi fondasi etika umat Allah. Fokus diberikan pada titah kedua hingga keempat:
1. Titah Kedua: Larangan menyembah allah lain atau membuat patung sebagai sarana penyembahan. Allah adalah Allah yang cemburu; Ia menuntut pengabdian yang tulus dan tidak ingin digantikan oleh gambaran buatan manusia (Kel. 20:1-6). Menyembah-Nya dengan cara ciptaan sendiri adalah bentuk penolakan atas otoritas-Nya.
2. Titah Ketiga: Larangan menyebut nama Tuhan dengan sembarangan. Nama Tuhan adalah kudus; menyebutnya dengan iman mendatangkan berkat, sedangkan penyalahgunaan nama-Nya mendatangkan murka dan malapetaka (Kel. 20:7; Ul. 5:11).
3. Titah Keempat: Perintah menguduskan hari Sabat. Tuhan menetapkan ritme kerja dan istirahat sebagai bagian dari kehidupan rohani. Sabat adalah milik Tuhan, dan menguduskannya berarti menyadari bahwa seluruh hidup kita ada di bawah naungan-Nya (Kel. 20:8-11).
Dalam suasana khidmat dan penuh refleksi, para peserta diajak untuk meninjau kembali posisi mereka sebagai umat perjanjian di zaman ini. Ketaatan kepada firman, kepercayaan kepada pimpinan Tuhan, dan pengudusan hidup menjadi panggilan yang terus relevan.
Acara ini akan berlanjut ke pembahasan berikutnya, yaitu Pidato Musa kepada bangsa Israel, serta kelanjutan dari titah kelima hingga kesepuluh. Setelah menyelesaikan bagian sejarah bangsa Israel ini, panitia merencanakan untuk memasuki sesi penting lainnya yang tak kalah mendalam: pembahasan Kitab Wahyu dan Kesudahan Zaman. Ini akan menjadi studi profetik yang menyentuh inti dari eskatologi Alkitab.
“Kiranya Tuhan Allah menuntun dan membimbing hati serta pikiran saya, dan saudara semua yang kekasih di dalam Tuhan Yesus, agar kita dimampukan untuk mengerti, percaya, dan bersiap menghadapi hari-hari mendatang. Tuhan Yesus memberkati kita semua,” tutup narasi ini dengan penuh harapan.
Amen. TYM
(Dr Bernard)